Tuesday, October 18, 2016

Watch List: The Conjuring 2

Kayaknya semua orang sudah tahu yah mengenai fanchise film horor yang satu ini. Seenggaknya pernah dengar lah kalau film ini pernah rilis. Tapi baiknya tetap di-attach aja trailer-nya supaya lebih jelas lagi.

Trailer the Conjuring 2

Karena filmnya udah turun dari bioskop sejak... yah lumayan lama juga, jadi gw ngga terlalu merasa bersalah kalau ada sedikit spoiler di post ini. Yah, ngga terlalu spoiling juga sih, karena karakter yang mau gw bahas ini sebenernya juga udah keliatan di trailer di atas. Jadi, kalau ada yang ngerasa ke-spoiler gara-gara post ini, gw cuma bisa bilang, "I'm sorry. I'm so sorry." (I wonder how many people get that reference. Haha.)

Karakter yang mau gw bahas, tidak lain dan tidak bukan, adalah main villain dalam film ini, yaitu Valak.

Ada banyak gambar Valak di mana-mana saat ini karena kepopuleran the Conjuring, jadi rasanya ngga perlu yah membuat post ini tambah mengerikan dengan memasang fotonya Valak. Ahahaha...

Ketika pertama menonton film ini (dulu ngga terlalu perhatiin trailer-nya), gw sempat mikir, sebagai seorang Katolik, "Should I be offended?" Untuk catatan, gw ngga offended sih, karena gw punya pemikiran, kita positive thinking aja, ketika mereka memutuskan untuk pakai desain kostum ini, tidak ada maksud untuk menjelek-jelekkan Gereja Katolik, ataupun biarawan-biarawati pada umumnya. They just thought it's cool. Bukan berarti ini bener juga, tapi menurut gw itu artinya mereka ngga paham aja, dan ini bukan sesuatu yang pantas untuk diributkan dan dibesar-besarkan.

Kembali ke topik, gw sempat mikir waktu menikmati film ini, "Should I be offended?" Karena mereka mengambil sebuah simbol yang bisa dibilang exclusively Katolik, yaitu pakaian biarawati, lalu digunakan untuk karakter iblis.

Pikiran itu berlalu (atau lebih tepatnya tenggelam) dan mendadak teringat lagi baru-baru ini. Should I be offended? Tapi kali ini, ada lanjutan yang muncul di kepala gw. "Kalau serigala bisa berbulu domba, iblis juga bisa pakai pakaian orang suci untuk mengelabui manusia."

Gw rasa ini penting untuk kita sadari. Ada banyak orang dalam Gereja yang berpakaian suci, tapi berkelakuan tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Contohnya, kasus pelecehan seksual oleh pastor. Bukan cuma dalam Gereja Katolik, gw rasa juga banyak orang-orang di semua agama yang mengaku sebagai pemimpin agama, tapi ternyata kehidupannya jauh dari Tuhan. Kita sebagai awam beragama, harus dapat mencermati ajaran-ajaran dan perilaku para pemimpin agama kita. Apakah sesuai dengan ajaran agama yang kita percayai? Apakah pantas untuk menjadi contoh perilaku kita?

Gw ngga bermaksud mengajak kita semua untuk menjadi sok tahu akan ajaran agama masing-masing. Terutama sebagai seorang Katolik, ini bukan ajakan untuk kita semua mulai menginterpretasikan ayat-ayat Alkitab sendiri-sendiri. Biar bagaimana juga, kita sebagai awam kan tidak belajar teologi secara khusus. Bahkan orang yang belajar teologi menurut ajaran Gereja Katolik juga paham bahwa otoritas mereka tidak sampai menginterpretasikan ayat atau bahkan membuat ajaran. Coba aja lihat dalam situs katolisitas.org, jawaban-jawaban yang diberikan para teolog di sana selalu didukung oleh kutipan-kutipan dokumen Gereja, ayat Alkitab, atau tulisan dari orang kudus. Ini artinya mereka mengakui, bahwa mereka hanya perpanjangan tangan Gereja.

Gw ingin mengajak kita semua untuk bijak dan mencoba mempelajari ajaran agama masing-masing dengan kerendahan hati. Bukan supaya kita menjadi hebat, tapi supaya kita dapat memahami, mana perilaku yang sesuai dengan ajaran Gereja, dan mana perilaku yang tidak sesuai ajaran Gereja, siapa pun pelakunya, baik awam, biarawan-biarawati, imam, uskup, atau bahkan Bapa Suci kita di Vatikan. Dan tentu saja terutama, supaya kita tahu bagaimana kita harus bersikap sebagai orang beriman dan menjadi semakin dekat dengan Tuhan.

Akhir kata, Venerable Fulton Sheen pernah berkata, "Judge the Catholic Church not by those who barely live by its spirit, but by the example of those who live closest to it." Hanya orang yang hidup sesuai dengan semangat dan ajaran sebuah agama lah yang dapat menjadi cerminan dari agama tersebut.

Mungkin tulisan ini bisa menjadi refleksi aja bagi kita yang beriman dan beragama. Untuk mereka yang ateis dan agnostik, yah... Mungkin bisa lupakan saja semua curhatan dalam post ini, dan hiduplah berdasarkan moral yang kalian percayai benar.

Tuesday, October 4, 2016

Song of the Day: Crazy by Simple Plan

"Tell me what's wrong with society
When everywhere I look I see
Rich guys driving big SUVs
While kids are starving in the streets
No one cares
No one likes to share
I guess life's unfair


Is everybody going crazy?
Is anybody gonna save me?
Can anybody tell me what's going on?
Tell me what's going on?
If you open your eyes
You'll see that something, something is wrong
"


Lagu ini udah tua sebenarnya, katanya albumnya release tahun 2004. Tapi gw yang katrok dan ketinggalan zaman ini baru denger lagu ini baru-baru ini. Hahahahaha...

Kemarin ini pas gw dengerin lagu ini dan bener-bener perhatiin liriknya, gw ngerasa lagu ini pantas dapat shoutout, karena apa yang dipertanyakan dalam lagu ini memang bener terjadi di masyarakat kita, dan kadang kita masih sering menutup mata akan kejadian-kejadian ini.

Keluarga broken home.
Perang.
Kesenjangan ekonomi.
Obsesi akan beauty dan uang.
Itu semua memang ada di masyarakat kita, bahkan kadang dianggap normal.

Kenapa sih bisa sampai masyarakat kita jadi begini? Kita jadi sebegini kebal dan berkulit badak sama masalah-masalah yang ada di sekitar kita. Dari mana sebenarnya kita bisa mulai memperbaiki kondisi ini?

Sejujurnya, gw juga ngga tahu harus mulai dari mana kecuali mulai dari diri kita sendiri. Masalahnya, sulit banget untuk satu orang berusaha membawa perubahan positif. Kita bisa lihat sendiri contohnya di perpolitikan sekarang. Muncul nama-nama yang mati-matian berusaha membersihkan pemerintahan kita, tapi mereka malah sering dijegal kanan-kiri. Bukan cuma dijegal orang-orang yang takut kehilangan harta dan kuasa, banyak juga orang-orang terlalu nyaman "hidup dalam kubangan lumpur", sampai-sampai ketika mereka dikasih kesempatan untuk hidup lebih layak, mereka memandang tangan yang kasih mereka kunci itu dengan kecurigaan dan penolakan.

Itu baru contoh di dunia politik. Di dunia entertainment, banyak banget tayangan-tayangan yang ngga jelas dan ngga bermutu. Sepertinya ngga ada niat dan upaya untuk coba belajar dari tayangan-tayangan luar negeri yang sukses dan laris manis di dunia internasional. Contoh yang paling gampang, kita bandingin aja serial TV yang sukses di luar negeri dan sinetron dalam negeri. Serial TV luar negeri yang sukses kebanyakan hanya sedikit episodenya per season, tayang mingguan, dengan jeda tayang per tahun atau per semester yang cukup lama. Dengan begitu, mereka bisa memproduksi tayangan yang memang benar-benar bermutu, baik secara visual, maupun secara produksi. Tapi di sini? Yah kita bisa lihat sendiri yah di TV keadaannya bagaimana. Kapan bisa berubah? Mungkin butuh satu orang nekad dan gila yang berani rogoh kocek untuk memulai trend baru.

Jadi agak ngelantur nih ke mana-mana, tapi intinya ini:
Kenapa yah, kita ngerasa nyaman hidup di kekacauan ini? Hmmm...

Crazy by Simple Plan

Tuesday, September 27, 2016

Song of the Day: "Wish That You Were Here" by Florence + the Machine

"I never minded being on my own
Then something broke in me and I wanted to go home
To be where you are
But even closer to you, you seem so very far
And now I'm reaching out with every note I sing
And I hope it gets to you on some pacific wind
Wraps itself around you and whispers in you ear
Tells you that I miss you and I wish that you were here"

Gw udah kecanduan lagu ini sejak beberapa hari yang lalu, sampai-sampai gw yang tadinya mau nulis tentang lagu Somedays dari Regina Spektor memutuskan untuk tunda lagi bahas lagu itu.

Ada dua hal yang bikin gw suka banget dengan lagu ini. Pertama, liriknya yang puitis banget. Kedua, dari aransemennya yang menurut gw bagus.

Ingat ngga, gw pernah bilang kalau gw suka lagu Open dari Regina Spektor karena aransemennya bisa benar-benar menunjukkan kelegaan. Kali ini juga begitu. Waktu dengar lagu ini, rasanya seakan bisa membayangkan pantai yang berbatu-batu, lalu ada ombak yang menerpa batu-batu tersebut. Kita seakan mendengar sebuah lagu yang lagi dinyanyikan di pantai tersebut, dan setiap not lagunya terasa seperti terbawa angin di pantai tersebut.

Florence + the Machine memang udah lumayan lama masuk daftar favourite female Western singer gw, tapi karena masih kalah "ranking"-nya dari Regina Spektor di daftar gw, jadinya agak jarang gw bahas di mana-mana. Lagu-lagunya heartfelt dan puitis banget.

Nah, lagu ini, Wish That You Were Here adalah lagu barunya yang dijadikan soundtrack untuk film Miss Peregrine's Home for Peculiar Children, yang masih belum gw tonton (tapi sebenernya pengen banget nonton). Selain lagu ini, gw suka juga dengerin lagu Dog Days Are Over, Too Much is Never Enough, dan Never Let Me Go. Sangat recommended untuk orang-orang yang suka lagu-lagu yang lebih heartfelt dan ngga sekadar catchy aja.

Enjoy!

Wish That You Were Here, by Florence + the Machine

Thursday, August 25, 2016

Song of the Day: Perfect by Simple Plan

"Nothing's gonna change the things that you said
Nothing's gonna make this right again
Please don't turn your back
I can't believe it's hard just to talk to you
And you don't understand

'Cause we've lost it all
Nothing last forever
I'm sorry I can't be perfect
Now it's just too late
And we can't go back
I'm sorry I can't be perfect"

Gw sempat bingung tadi, bait mana yang mau ditampilin sebagai pembuka post ini, karena sebenarnya semua bagian dari lagu ini seperti satu rangkaian surat yang saling berkaitan. Tapi akhirnya, gw settle dengan bagian bridge dan refrain dari lagu ini aja.

Gw sebenarnya tadinya ngga merencanakan nulis tentang lagu ini. Tadinya gw mau nulis tentang lagu Buildings atau Somedays dari Regina Spektor yang akhir-akhir ini sering gw dengerin. Tapi mendadak pagi ini, lagu Perfect dari Simple Plan ini hit me like a ton of bricks.

Lagu ini secara keseluruhan berbicara mengenai kekecewaan seorang anak akan hubungannya dengan ayahnya yang merenggang karena perbedaan sifat dan pandangan. Si anak ingin menekuni hal-hal yang dia sukai, tetapi sang ayah tidak merestui. One thing leads to another, ada pertengkaran hebat, dan akhirnya mereka putus hubungan.

Yang membuat lagu ini benar-benar ngena hari ini, adalah ketika otak gw mendadak menarik garis merah antara lagu ini dengan beberapa film yang gw tonton akhir-akhir ini, yaitu Alice Through the Looking Glass dan Facing the Giants. (Kalau ada yang belum nonton Alice Through the Looking Glass, minor spoiler warning ahead.)

Dalam Alice Through the Looking Glass, kita bisa melihat bahwa hubungan Mad Hatter dengan ayahnya persis seperti di lagu ini. Mereka berbeda jauh. Hatter ingin membuat topi-topi yang fun dan unik, sementara ayahnya merasa profesi pembuat topi harus ditekuni dengan serius dan tidak main-main.

Lalu dalam Facing the Giants, ada seorang supporting character (namanya Matt) yang memiliki hubungan yang kurang baik dengan ayahnya, persis juga seperti lagu ini. Dia merasa ayahnya terlalu otoriter dan tidak supportive akan pilihan-pilihan hidupnya. Dia merasa tidak didengarkan oleh ayahnya.

Tapi yang menarik adalah, dalam kedua film ini, pada akhirnya mereka bisa saling akur. Bagaimana bisa?

Kita lihat dalam Alice Through the Looking Glass, seberapa pun berbedanya filosofi Mad Hatter dan ayahnya mengenai profesi topi, ayah Mad Hatter ternyata sangat bangga akan hasil karya anaknya. [minor spoiler] Ia memang bertengkar dengan Mad Hatter kecil dan membuang topi pertama yang dibuat Mad Hatter, tapi ketika semua orang sudah pergi, diam-diam ia mengambil topi kecil itu dari tong sampah dan menyimpannya [minor spoiler].

Di film Facing the Giants, hubungan Matt dan ayahnya membaik drastis ketika Matt akhirnya berkata kepada ayahnya, "I'm sorry. [...] Whatever you say goes." Maaf. Mulai sekarang, aku akan ikuti kata ayah. Ketika mendengar itu, ayah Matt tertegun dan hubungan mereka membaik. Bahkan akhirnya, ayah Matt pun mulai mencoba untuk mendengarkan dan mendukung Matt, baik di sekolah, di pertandingan football (ini American football yah), maupun di kehidupan sehari-hari.

Dalam kedua cerita di atas, kita bisa melihat, bahwa betapa pun buruknya hubungan antara orang tua dan anak, rasa kasih itu tetap ada. Yang seringkali menghalangi kita berelasi dengan baik dengan orang tua adalah keras kepala dan tidak mau mendengar, baik dari pihak orang tua maupun pihak anak. Ayah Mad Hatter akhirnya memutuskan untuk mulai mendengar dan menghargai aspirasi Mad Hatter dalam membuat topi. Matt akhirnya memutuskan untuk mulai mendengarkan apa kata ayahnya.

Komunikasi yang ideal adalah komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah yang ideal adalah ketika yang satu memberikan informasi dan yang satu mendengar, secara bergantian. Inilah yang perlu kita ingat dalam hubungan kita dengan orang tua. No, scratch that. Inilah yang perlu kita ingat dalam hubungan kita dengan semua orang di sekitar kita. Sekali-kali, cobalah untuk diam, mendengar, dan memahami terlebih dahulu, sebelum kita ingin dipahami. Maka komunikasi akan menjadi lebih baik.

Perfect by Simple Plan, versi akustik

Sedikit curhat, hari ini gw senang banget karena waktu shuffle playlist di handphone, ternyata dapat lagu-lagu yang bagus bertubi-tubi, dari lagunya Lee Jin Ah, lagunya Yuzu, lagunya Regina Spektor, soundtrack-soundtrack Hunter x Hunter dan Corrector Yui, bahkan gw sempat ngintip, lagu berikutnya setelah gw stop playlist adalah salah satu lagu favorit gw dari film Anastasia, If I can learn to do it. Semoga hari ini bisa sebagus playlist gw pagi ini. Amin.

Thursday, August 4, 2016

My Music Routine: The Various "Genres"

Sudah lama gw ngga nge-post di blog ini. Rasanya kangen, tapi agak susah cari waktu untuk nge-post di sela-sela kesibukan.

Ada banyak banget sebenarnya lagu-lagu yang mau gw ulas selama ini: Brave (Sara Bareilles), Laughing With (Regina Spektor), the A Team (Ed Sheeran), Moshimo Kono Sekai de Kimi to Boku ga Deae Nakatta Nara (Sunflower's Garden), dan masih banyak lagi... Saking bingungnya mana yang mau ditulis dulu, akhirnya gw memutuskan untuk nge-post soal hal lain dulu, yaitu cerita-cerita dikit mengenai beragamnya lagu yang gw dengerin setiap harinya.

Belum lama ini gw ganti handphone. Handphone Sony Xperia Go gw yang udah usang dan lemot diganti dengan handphone Sony Xperia Z5 yang jauh lebih baru dan cepat (dan jauh lebih besar juga). Oleh karena itu, akhirnya gw bisa lebih bebas memasukkan lagu-lagu ke dalam handphone untuk didengarkan sehari-hari. Dari yang tadinya at most cuma ada 150 lagu, sekarang jumlah lagu di handphone gw bisa sampai 300.

Gara-gara meningkatnya kapasitas, lagu yang bisa gw dengar sekarang semakin beragam. Dulu gw harus seleksi lagu-lagu yang mau masuk ke handphone. Akibatnya, ada genre tertentu yang ngga bisa masuk ke dalam handphone akibat kapasitas yang penuh. Sekarang, lagu-lagu di handphone gw jadi sangat beragam genrenya. Gw mau bahas beberapa "genre" yang gw sering dengerin akhir-akhir ini.

J-Pop
Gw sudah pernah cerita kalau akhir-akhir ini gw banyak dengerin lagu-lagu Yuzu dan Chihiro Onitsuka. Semakin lama, perbendaharaan lagu J-Pop gw semakin bertambah nih, tapi bertambah ke arah yang spesifik, yaitu: soundtrack anime lama.
Contohnya aja lagu yang sempat mau gw bahas kemarin ini tapi belum sempat dibahas, yang judulnya panjang banget dan udah gw sebut di atas. Lagu dari Sunflower's Garden itu adalah soundtrack dari anime Hunter x Hunter (1999). [Tadinya gw salah sebut, bilangnya lagu itu soundtrack Yu Yu Hakusho. Maaf yah, yang lagunya Yu Yu Hakusho itu judulnya Smile Bomb, yang sering gw dengar juga akhir-akhir ini.] Lalu ada juga Requiem dari Satsuki, soundtrack anime Corrector Yui. Dan my personal favourite, Taiyou wa Yoru mo Kagayaku dari Wino, soundtrack Hunter x Hunter versi 1999 pas Yorknew Arc.
Taiyou wa Yoru mo Kagayaku, by Wino

Gw senang dengerin soundtrack anime lama karena dua alasan: satu, nostalgia, dan dua, karena liriknya yang kayaknya punya dua setting aja, antara nyeleneh atau sangat warm.
Dan tentunya faktor interest gw akan bahasa asing, termasuk bahasa Jepang, membuat penilaian gw agak bias yah dalam kasus ini. Hehehe...

Rock
Yap, gw akhir-akhir ini senang dengerin musik rock juga. Contohnya seperti lagu-lagunya Avril Lavigne dan Simple Plan.
Yang menarik dari lagu-lagu rock dari beberapa tahun yang lalu (gw ngga terlalu ngikutin lagu rock yang baru) adalah liriknya yang malah lebih puitis daripada lagu-lagu pop yang katanya lebih mellow.
Contohnya, Leave Out All the Rest dari Linkin Park.
"When my time comes, forget the wrong that I've done. Help me leave behind some reasons to be missed. Don't resent me and when you're feeling empty keep me in your memories, leave out all the rest, leave out all the rest."
Leave Out All the Rest, by Linkin Park
Bandingkan dengan, misalnya, the worst of the worst, lagunya Justin Bieber yang paling iconic: Baby. Beda banget rasanya.
Bukan berarti lagu pop saat ini ngga ada yang bagus. Ada Adele, Meghan Trainor, Ed Sheeran, Sara Bareilles, dan gw yakin dari musician yang ada dalam "blacklist" gw juga pasti ada satu-dua yang punya satu-dua lagu bagus. Tapi to be honest, kondisi lagu-lagu pop yang paling terkenal saat ini membuat gw agak malas berburu lagu pop bagus.

Scottish Gaelic
Gw sudah pernah sedikit cerita mengenai salah satu lagu Scottish Gaelic yang gw dengerin. Kali ini gw mau cerita mengenai "genre"-nya. Sebenarnya ini bukan genre sih. Hanya saja, gw ngga tahu genre apa ini termasuknya. Hehehe...
Lagu-lagu Scottish Gaelic yang gw dengerin hampir semua datangnya dari Julie Fowlis. Kenapa? Karena gw suka dengan suaranya yang bersih, jernih, dan ringan.
Lagu-lagu Scottish Gaelic seringkali membuat gw merasa bebas dan lepas. Dengan mendengarkan aja, gw bisa membayangkan gimana rasanya berdiri di tengah padang rumput luas, dengan sinar matahari yang hangat dan angin yang sejuk. Lalu di kejauhan ada reruntuhan bekas kastil yang membuat gw pengen banget lari ke sana untuk melihat reruntuhan itu sambil menikmati bebasnya lari-larian di padang itu.
Di sisi lain, ada juga lagu-lagu Scottish Gaelic yang membuat gw merasa kayak sedang merayakan sesuatu di sekitar api unggun. Iramanya ringan, cepat, dan sederhana. Membuat gw pengen bergoyang-goyang mengikuti iramanya, atau bahkan menari jig. Atau membuat gw pengen lompat-lompat aja (gw suka banget lompat-lompat).
Hùg Air A' Bhonaid Mhòir, by Julie Fowlis

Ini daya tarik utama yang membuat gw suka dengan lagu-lagu Scottish Gaelic, yaitu suasana yang unik yang nggak gw dapat dari lagu-lagu lain.

Regina Spektor
Nah loh, tadi bukan genre, yang ini malah nama... Ini maunya apaaaaa.......... Hahahahaha...
Menurut gw, Regina Spektor itu ngga bisa dikelompokkan dalam sebuah genre. She has her own style yang ngga gw temukan dalam lagu-lagu dari penyanyi lain.
Yang menarik dari Regina Spektor adalah lirik lagu yang beragam dan dalam. Lirik lagunya ada yang humanis, ada yang religious, ada yang sarkastis, dan on the other end of the spectrum, ada yang sekilas terdengar mundane, tapi sebenarnya agak deep.
Regina Spektor juga ngga membatasi dirinya dalam satu genre. Kadang lagunya terdengar sangat folk, kadang terdengar pop, kadang rock, kadang jazz, kadang.... Just simply eccentric.
You've Got Time, by Regina Spektor
(lagu ini sempat dinominasikan Grammy, walaupun nggak menang)

Gw sebenarnya pengen bahas Regina Spektor dalam post "Girl Power" yang gw pernah rencanain (dan belum ditulis), bersama dengan Julie Fowlis, Lee Jin Ah, dan beberapa penyanyi dan musisi wanita yang sangat berpengaruh dalam selera musik gw. Mungkin gw akan bahas style Regina lebih jauh dalam post itu nanti.


Sebenarnya bukan cuma empat genre ini yang gw suka dengerin sehari-hari. Masih ada lagu-lagu musical theatre, seperti lagu-lagu dari Phantom of the Opera, Les Miserables, dan yang paling eksentrik, dari Sweeney Todd (yang kayaknya gw pernah ulas filmnya di blog ini). Masih ada juga lagu-lagu lawas, beberapa lagu pop yang menurut gw lumayan bagus, lalu ada lagu-lagu K-Pop, dan beberapa soundtrack film dan TV series. Kapan-kapan mungkin akan gw bahas, but this post is already long enough. Semoga gw bisa segera cerita-cerita hal-hal lainnya dalam post yang lain. :)

Tuesday, June 14, 2016

Song of the Day: No by Meghan Trainor

"My name is... No.
My sign is... No.
My number is... No.
You need to let it go."

Gw ngga biasanya dengerin lagu pop. Apalagi lagu pop masa kini, karena banyak banget trashy pop saat ini. Tapi ngga semua lagu pop saat ini trashy pop, dan Meghan Trainor adalah salah satu penyanyi pop saat ini yang lagu-lagunya ngga trashy. Lagu-lagu Meghan Trainor menurut gw cukup smart. Ngga banyak penyanyi saat ini yang makna lagunya semenarik lagu-lagu Meghan Trainor (dan Regina Spektor. Ehem.)

Makna lagu ini cukup ngena di keseharian kita saat ini, terutama untuk para cewek.

Kenapa cewek harus selalu kasih alasan untuk bilang 'nggak'?

Sebel nggak sih, kalau kita udah bilang 'nggak', tapi tetaaaaap aja dikejar-kejar terus dan ditanya, 'kenapa?'. Kadang kala, kita sampai dipaksa-paksa untuk ikutin maunya orang lain sampai kita bilang kenapa kita bilang 'nggak'. Padahal, setiap orang punya alasan sendiri untuk bilang 'nggak', dan mungkin alasan itu bukan alasan yang mau diumbar ke orang-orang. Mungkin juga, ada orang yang ngga mau bilang alasan kenapa mereka menolak karena mereka mau orang itu belajar sendiri kenapa permintaannya ditolak.

Gw jadi teringat video buzzfeed berikut:

Persis seperti pesan video buzzfeed di atas: WHY ISN'T NO ENOUGH?

Dalam lagu Meghan Trainor, kasus yang diangkat adalah ketika ada cowok yang ngejar cewek, dan cewek tersebut bilang nggak. Tapi sebenarnya, ini berlaku juga untuk semua orang dalam banyak kesempatan.

Misalnya, ketika diajak jalan-jalan, siapapun, baik cewek maupun cowok, berhak bilang nggak ikutan karena alasannya sendiri. Kadang kita memang lagi ngga mau keluar rumah. Kadang kita lagi ngga bisa keluar rumah karena ada sesuatu yang harus diurus di rumah. Kadang kita ngga bisa keluar rumah karena ngga dikasih izin. Kadang karena semua hal tersebut sekaligus. So what? Apakah cuma karena kita harus kasih alasan, kita harus berbohong dan bilang kita lagi sakit, karena ini alasan yang paling gampang diterima orang.

Kalau menurut gw, kita harus hormati keputusan seseorang untuk bilang 'nggak'. Tanya kenapa sekali boleh lah, tapi kalau orang itu ngga mau kasih alasannya, menurut gw ya sudah, jangan dipaksa dan jangan ditekan untuk kasih alasannya. Dari awal kan kita bertanya kepada orang itu, bukan menyuruh orang itu. Itu artinya dari awal kita memberi dia hak untuk menolak. Hargai privasi dan hak dia untuk bilang 'nggak'.

Seperti biasa, gw akan attach video lagu No, tapi kali ini, gw akan attach lagu cover versi Pentatonix. Entah kenapa, gw lebih enjoy dengerin cover versi Pentatonix. Mungkin karena Avi Kaplan dan Kevin Olusola? They did a very great job on the bass and percussion in this song. As usual. Haha. Tapi biar gimana juga, versi originalnya Meghan Trainor juga luar biasa. Go check that one out too!

No - Pentatonix (Meghan Trainor cover)

Monday, June 6, 2016

Song of the Day: Consequence of Sounds by Regina Spektor

"Did you know that the gravedigger's still getting stuck in the machine even though it's a whole other daydream
It's another town, it's another world, where the kids are asleep, where the loans are paid, and the lawns are mowed
Whad'ya think? All the gravediggers are gone? Just 'cause one song is done there's always another one
Waiting right around the bend till this one ends then it begins squeaky clean and it starts all over again
The weather report keeps on tossing and turning, predicting and warning, and warning, and warning of
Possible leakage from news publications and, possible leakage from news TV stations
That very same morning right next to her coffee she noticed some bleeding and heard hollow coughing and
National Geographic was being too graphic when all she had wanted to know was the traffic
'The world's got a nosebleed', it said, 'and we're flooding but we keep on cutting the trees and the forest'
And we keep on paying those freaks on the TV who claim they will save us but want to enslave us
And sweating like demons they scream through our speakers but we leave the sound on 'cause silence is harder
And no one's the killer and no one's the martyr, the world that has made us can no longer contain us
And profits are silent then rotting away 'cause

The consonants and vowels, the consequence of sounds"

Yang di atas itu adalah apa yang terjadi kalau Regina Spektor nyanyi rap.
It's like a barrage of big words raining down on us, and I don't think a single word of it is just there for decoration.

Sama seperti judul lagu ini, yang gw pelajari dari lagu ini adalah bahwa setiap suara yang kita keluarkan itu bermakna. Setiap konsonan, setiap vokal, setiap bunyi, itu bermakna. Pertama-tama kita lihat dari pemilihan genre, lalu kita lihat dari pemilihan kata-kata di lagu ini.

Menurut gw, yang menarik dari lagu rap adalah dengan tidak banyak bermain melodi, permainan rhythm dan kata-kata menjadi fokus utama dari lagu tersebut, dan ketika kita tidak berfokus pada melodi, maka makna lagu menjadi lebih stand out, terutama pada lagu ini. "The consonants and vowels, the consequence of sounds". Demikian lirik reff lagu ini. Seperti pada lagu rap, setiap konsonan dan vokal membentu kata-kata yang memberikan impact, dan impact inilah yang menjadi permainan dalam lagu rap.

Banyaknya big words yang dipakai di lagu ini menurut gw menarik. Ada impression yang berbeda antara ketika kita menggunakan kata-kata yang rumit dengan ketika kita menggunakan kata-kata sederhana. Kata-kata yang sederhana memiliki makna yang lebih umum dan cenderung membuat kita terdengar lebih down to earth. Sementara itu, kata-kata rumit cenderung memiliki makna yang spesifik. Kata-kata rumit membuat kita terdengar lebih intelligent.
Sebagian besar lagu rap yang beredar saat ini menggunakan kata-kata yang sederhana dan menceritakan hal-hal yang ada di sekitar kita, tapi Regina Spektor memilih menggunakan kata-kata yang rumit, dan itu langsung membuat perbedaan yang besar pada impact yang dibawa oleh lagu ini.

Dari lagu ini gw belajar, kita harus belajar untuk mengendalikan makna apa yang kita sampaikan lewat kata-kata yang kita keluarkan. Setiap kata itu bermakna dan memiliki impact. Kita harus memilih, apakah kita mau membawa impact yang membangun, atau kita mau membawa impact yang merusak.

Apakah kita memilih untuk menyampaikan sukacita, atau kita mau menyampaikan gosip saja?

Menurut gw inilah poin utama dari lagu ini.

Tentu saja masih ada hal lain yang bisa kita pelajari dari lagu ini. Setiap baris dari lagu ini seakan-akan mau menyampaikan hal-hal yang berbeda-beda. Ada baris yang menurut gw menyampaikan bahwa masalah kita tidak akan pernah habis. Kita harus selalu siap menghadapi masalah yang sebentar lagi juga akan muncul. Sementara di bagian lain, seakan-akan berbentuk kritik akan ketergantungan kita pada media. Tapi sepertinya malah cocok dengan lagu ini, karena Regina seperti berusaha untuk menyampaikan sebanyak-banyaknya hal lewat kombinasi konsonan dan vokal dalam lagu ini. Hehehe...

Kali ini gw post video lagu ini yang ada liriknya. Enjoy! :D

Wednesday, May 18, 2016

Song of the Day: Call Them Brothers by Regina Spektor and Only Son

"That's it, it's split, it won't recover
Just frame the halves, and call them brothers
Find your fathers and your mothers
If you remember who they are"

Gw punya kebiasaan membuat playlist yang isinya bisa sampai 80-100 lagu, lalu setiap hari gw shuffle aja playlist itu, dan untung-untungan lagu apa yang hari itu kebagian gw denger. Kebiasaan ini baru gw lakukan lagi beberapa hari terakhir, sejak gw mulai pakai jam tangan, dan kebiasaan inilah yang mengantar gw pada post hari ini.

Beberapa hari lalu, gw shuffle playlist gw lagi, dan lagu ini diputar lagi setelah sekian lama ngga gw dengerin. Dan efeknya instan, gw langsung senyum karena kangen, diikuti dengan senyum pahit karena memang makna lagunya pahit banget. Seenggaknya interpretasi gw akan lagu ini bener-bener pahit.

Setiap gw dengerin lagu ini, yang kebayang di kepala gw adalah perang dan efek dari perang itu, terutama Perang Dunia II. Di akhir Perang Dunia II, Jerman dibagi menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur, lalu dibuat Tembok Berlin untuk memisahkan kedua negara itu. Gw ngga kebayang, gimana perasaan orang-orang yang mungkin terpisah dari keluarganya karena tembok itu. Dan lebih lagi, gimana perasaan orang-orang ketika tembok itu diruntuhkan.

Saat ini, dalam hidup kita juga sering membuat "perang" dan "tembok pemisah". Yang paling bahaya adalah ketika kita membuat "perang" dan "tembok pemisah" dari diri kita sendiri. Ini adalah perang yang paling berat yang kita mulai dan kita alami dalam hidup kita, dan efeknya pasti akan terlihat dalam hubungan kita dengan orang lain.

Bagaimana kita bisa berdamai dengan orang lain, kalau kita masih berperang dengan diri kita sendiri?
Bagaimana kita bisa bersatu dan menerima orang lain, kalau kita masih membangun tembok pemisah antara hati dan pikiran kita?
Bukankah kita punya hati dan pikiran, dengan tujuan agar keduanya bersinergi, bergantian mengambil keputusan untuk mencapai kondisi terbaik?

Haaaahhh... Waktu mulai nulis post ini, gw ngga duga gw akan menyentuh sedikit dari masalah yang gw sendiri alami dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perang dengan diri kita sendiri. Mungkin sudah waktunya kita mulai menyadari bahwa berdamai dengan diri sendiri adalah jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

Video klip Call Them Brothers

NB: Sedikit latar belakang aja, baik Regina Spektor maupun suaminya, Jack Dishel (Only Son), sama-sama berasal dari Moscow, namun pindah ke Amerika sejak kecil karena diskriminasi akan kaum Yahudi di Soviet waktu itu. Rasanya bagian lirik yang menceritakan "We'll be out in the streets before anyone knows that we're gone" jadi lebih dalam ketika tahu bahwa mereka memang benar-benar mengalami hal itu.

Monday, May 9, 2016

Song of the Day: the Call (No Need to Say Goodbye) by Regina Spektor

"Just because everything's changing doesn't mean it's never been this way before
All you can do is try to know who your friends are as you head off to the war
Pick a star on the dark horizon and follow the light
You'll come back when it's over, no need to say goodbye"

Aaaaahhh... Sudah lama ngga nulis di blog ini... Ada banyak banget lagu yang pengen gw bahas, tapi belum sempat gw tulis karena belum bisa curi-curi waktu. Ada Wonderful World dari Yuzu, ada As you please dari Lee Jin Ah, ada Blue Lips dari Regina Spektor... Tapi akhirnya, ketika gw ada waktu untuk nulis, gw milih untuk pilih lagu yang lebih ringan: the Call (No Need to Say Goodbye), dari Regina Spektor.

Sebenarnya yang bikin lagu ini nyantol banget di hati gw, faktor yang paling besar adalah nilai sentimental. Gw pernah bilang kalau Eet dan Fidelity adalah lagu-lagu pertama yang gw denger dari Regina Spektor. Tapi lagu inilah yang memperkenalkan gw kepada Regina Spektor. Buat yang belum tahu atau belum sadar, lagu the Call ini adalah soundtrack film Chronicles of Narnia: Prince Caspian, dimainkan waktu scene para Pevensie kembali dari Narnia ke dunia nyata.

Tapi walaupun yang berperan besar adalah nilai sentimental, bukan berarti lagu ini cuma ear candy buat gw. Gw suka lagu ini, karena lagu yang dibuat untuk film Prince Caspian ini memang benar-benar isinya cocok untuk film itu. "You'll come back when they call you" mengingatkan gw bahwa kembalinya para Pevensie ke Narnia kali ini adalah karena mereka dipanggil oleh Caspian, dan mereka akan kembali lagi ke Narnia ketika mereka dibutuhkan lagi.

Selain itu, dalam konteks terpisah dari filmnya, isi lagu ini sangat hopeful. Bisa dibayangkan kalau lagu ini menggambarkan kata-kata perpisahan antara dua orang yang masih berharap bisa bertemu kembali. "No need to say goodbye", tidak perlu mengucapkan salam perpisahan, karena mereka yakin mereka akan bertemu lagi. Gw suka banget perasaan yang yakin dan penuh harap yang bisa gw rasakan ketika gw dengerin lagu ini. Kayaknya tenang dan menguatkan.

Mungkin kali ini tulisan gw ngga terlalu dalam, atau ngga penuh dengan "makna kehidupan". Tapi sebenarnya menyenangkan juga sekali-kali membahas lagu yang ringan. Istilahnya, kalau setiap hari kita makan makanan yang bumbunya kuat, lama-lama kita eneg juga kan? Hehehe...


Tuesday, April 19, 2016

"We plan, we get there, all hell breaks loose"

Sebelumnya, gw mau bilang dulu, walau gw ngambil quote dari Harry Potter sebagai judul post, yang mau gw omongin ini ngga ada hubungannya dengan Harry Potter.

Gw tipe orang yang otaknya ngga bisa berhenti mikir. Selalu ada ide atau alur pikiran yang ada di kepala gw, yang suka ngalor-ngidul ngga jelas dari satu topik ke topik lain. Saking banyaknya hal yang ada di pikiran gw (dari yang trivial sampai yang penting), seringkali gw ngga sadar apa yang ada di sekeliling gw. Seringkali gw ngga sadar kalau gw udah jalan sekian ratus meter, dan gw sama sekali ngga ingat gw ngapain aja sepanjang jalan itu, karena isi kepala gw udah ke mana-mana dan kaki gw udah kayak autopilot mode. Sederhananya, I often get lost in my head.

Salah satu yang gw lakukan dalam kepala gw adalah membayangkan sekian banyak skenario yang mungkin terjadi, dan merencanakan bagaimana gw harus bertindak. Tapi kemarin ada satu kejadian, di mana sesuai judul: I plan, I get there, then all hell breaks loose.

Kalau naik kendaraan umum, satu hal yang suka gw rencanakan adalah apa yang terjadi kalau terjadi kecelakaan atau tindak kriminal. Salah satu skenario yang pernah terlintas di kepala gw dan gw rencanakan apa yang harus gw lakukan adalah kalau busnya mogok di atas rel kereta api.

Dan ternyata, ngga terduga, kemarin ini benar-benar kejadian bus Transjakarta yang gw tumpangi mogok di atas rel kereta api. Waktu itu macet, jadi bus ngga bisa jalan dengan kecepatan yang cukup, sementara penumpangnya memang lebih padat dari biasanya. (Gw aja sampai harus nempel, senempel-nempelnya sama tiang, karena di belakang gw ada orang lagi, dan di belakangnya ada lagi orang. Padat banget busnya.) Akibatnya, di perlintasan KA Grogol yang relnya agak nanjak, busnya bisa naik setengah jalan, tapi setelah itu mogok.

Setelah bapak supir mencoba menyalakan bus dan tancap gas beberapa kali, dan gagal terus, mendadak terdengar bunyi lonceng palang kereta api. Ini persis seperti skenario yang gw pernah bayangin itu. Seharusnya it's fine kan?

Tapi ternyata nggak. Semua orang langsung panik, dan gw ngga pernah memperhitungkan itu sama sekali. Semua rencana yang pernah gw buat, semuanya ngga bisa dipakai. Gw ngga terlalu panik saat itu. (Walaupun setelah keluar dan sampai di trotoar, gw baru shock berat dan agak sedikit seperti catatonic. Wkwkwk...) Orang di sebelah gw udah langsung pecahin kaca pakai kaki, tapi orang lain udah mulai dorong-dorongan ke pintu yang dibuka duluan, yaitu pintu belakang. Gw mau ngapain lagi coba? Akhirnya daripada gw ikut dorong-dorongan, gw biarin gw kebawa arus orang-orang itu aja, asal jaga keseimbangan dan jangan jatuh aja. Toh gw dorong-dorong pun gw ngga lebih cepat sampai ke pintu.

Pelajaran apa yang gw bisa ambil kali ini? Mungkin fleksibilitas yah. Kita harus fleksibel dan mudah beradaptasi kalau-kalau sesuatu yang kita ngga duga terjadi. Paling itu aja. Gw sendiri nulis cerita ini karena mau cerita aja sih. Dan karena setiap kali gw lihat bus atau lihat orang-orang yang waktu itu satu bus sama gw pas kejadian, gw langsung ingat lagi kejadian ini, dan jadi ada sedikit rasa takut kalau bus terlalu penuh. Gw mengharapkan dengan gw bercerita, gw bisa sedikit-sedikit mengurangi rasa takut gw.

Biar gimana kan John Watson juga disarankan psikiaternya nulis blog untuk mengatasi traumanya, jadi... Yah, dicoba aja lah... Hehehehehe...

Monday, April 4, 2016

My Music Routine: Pentatonix, Ed Sheeran, Yuzu

Sekali-kali, gw mau nulis sesuatu yang lain daripada Song of the Day. Kali ini, gw mau bahas beberapa penyanyi atau grup yang akhir-akhir ini jadi bagian wajib dari daily playlist gw. Gw ngga akan bahas semua, cukup dua atau tiga aja setiap kali rubrik ini gw bahas. Kali ini gw akan bahas tiga: Pentatonix, Ed Sheeran, dan Yuzu. Karena gw mau save the best for the last, Pentatonix akan gw bahas terakhir.

Ed Sheeran
Gw belum pernah bahas tentang lagu-lagu Ed Sheeran yah di blog ini? Hehehe... Tapi sebenernya gw cukup enjoy dengerin lagu-lagu Ed Sheeran.
Lagu Ed Sheeran yang gw suka di antaranya Even My Dad Does Sometime, the A Team, One, Photograph... Cukup banyak sih, tapi seperti biasa, gw mostly dengerin lagu-lagu yang lembutnya. (Walaupun gw lumayan suka juga Drunk)
Ada teman gw yang bilang kalau lagu-lagu Ed Sheeran agak eksperimental. Dan kalau gw dengar-dengar, memang lagu Ed Sheeran lumayan variatif sih. Misalnya, lagu You Need Me, I Don't Need You, kalau kita dengar jauh bedanya dengan I See Fire yang dijadikan soundtrack film the Hobbit, kan?
Cukup membantu juga bahwa gw lumayan suka dengan style lagunya, dan gw paling suka kalau dia nyanyi diiringi gitar (misalnya pas acoustic session).

One by Ed Sheeran

Yuzu
Gw udah pernah bahas lagu Yuzu sebelumnya, yaitu Mamotte Agetai. Di situ gw pernah bahas bahwa gw suka Yuzu karena aransemennya cukup unik dan variatif. Ada lagu Ame Nochi Haleluya yang cukup kuat pengaruh folk-nya, tapi di sisi lain lagu Hyōri Ittai lebih berasa pengaruh rock-nya. Lain lagi lagu Reason yang aransemennya seperti bermetamorfosis dari bait ke bait. (Ngomong apaan sih gw -__-')
Yuzu adalah grup duo bergitar dari Jepang. Kedua personilnya, Yūjin Kitagawa dan Kōji Iwasawa, gw denger sudah saling kenal sejak masa sekolah, dan duo ini sudah berkarya sejak tahun 1997. Cukup lama yah?
Awalnya gw ngga bisa ngebedain suara kedua personil Yuzu ini. Tapi lama-lama, gw bisa bedakan keduanya. Suara Yūjin Kitagawa lebih jernih, sementara suara Kōji Iwasawa lebih "bertekstur". Gw ngga ngerti gimana cara menjelaskan timbre suara mereka, tapi ketika suara mereka cocok banget ketika dipadu.
Selain itu, live performance mereka juga bagus. Suara mereka stabil dan kuat. Contohnya ketika mereka menyanyikan cover bahasa Jepang untuk lagu Imagine dari the Beatles, atau Going Home dalam salah satu konser mereka.
Reason by Yuzu (Hunter x Hunter (2011) ending)

Pentatonix
Seperti gw bilang, save the best for the last. Gw fans berat Pentatonix. Pentatonix adalah grup vokal a cappella yang dibentuk untuk mengikuti kompetisi the Sing Off tahun 2011. Saat itu, grup ini masih muda dan baru dibanding kompetitor mereka, tapi mereka berhasil memenangkan kompetisi itu. Dan sekarang, grup mereka sudah merilis beberapa album, dan album yang terakhir yang mereka rilis adalah album yang berisi lagu-lagu original mereka.
Gw sangat takjub akan Pentatonix ini. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan sering membuat gw lupa kalau mereka menyanyikan lagu itu a cappella (atau kadang hanya dengan iringan cello atau biola). Benar-benar terasa seperti full band. Ini berkat bakat yang dimiliki setiap anggota mereka. Tiap-tiap anggota memiliki peran yang unik dan penting dalam setiap aransemen. Mitch Grassi, Scott Hoying, dan Kirstin Maldonado menyanyikan harmoni lagu. Avi Kaplan (bass) dan Kevin Olusola (perkusi dan celloboxing) membentuk ritme lagu. Mereka berlima bergantian mengambil peran lead vocal.
Di antara lagu-lagu cover mereka, gw sangat suka cover Say Something, Radioactive (kolaborasi dengan Lindsey Stirling), dan Papaoutai. Sementara itu, di antara lagu-lagu original mereka, gw sangat suka Standing By (Avi Kaplan sebagai lead vocal dalam lagu ini), That's Christmas to Me (lagu sekuler Natal), dan Misbehavin' (salah satu lagu dari album original mereka, yaitu Pentatonix).

Radioactive by Pentatonix ft. Lindsey Stirling (atau Lindsey Stirling ft. Pentatonix?
Biar gimana juga, Lindsey Stirling dan Pentatonix luar biasa di lagu ini)

Thursday, March 31, 2016

Song of the Day: Infection by Chihiro Onitsuka

"In the night, I sit down
As if I'm dead
[...]
When, I wonder,
did I become this weak?"
Lirik lengkap dari jpopasia.com
(Go ahead and click it! The meaning of this song doesn't disappoint.)

Mungkin seminggu-dua minggu yang lalu gw menemukan (kembali) Chihiro Onitsuka. Dan kemarin ini gw sempat mikir mau buat post tentang lagu Gekkou (Chihiro Onitsuka). Tapi beberapa hari yang lalu gw nemuin lagu Infection ini, dan akhirnya malah lagu ini yang lebih nempel di kepala gw daripada Gekkou.

Lagu Infection ini sejauh yang gw pahami, isinya mengungkapkan rasa frustasi seseorang akan kelemahan yang munculnya tiba-tiba. Kelemahan ini bisa diartikan berbagai macam: bisa jadi sebuah penyakit (kalau kita ambil makna lagu ini secara harfiah), bisa jadi kecelakaan, bisa.... macam-macam. Bahkan ada yang berpendapat juga, kalau lagu Infection ini bisa jadi tentang perasaan seseorang yang frustasi karena orang yang disukainya tidak merasakan hal yang sama, dan begitu kuatnya rasa frustasi itu hingga "menggerogoti" dirinya.

Yang menarik dari lagu ini (secara makna) ada di bagian bridge-nya.

"Growing more and more to fear
Every little fever that comes along
I may have little chance
But, still, I must wake up
"

Gw sengaja bold italic bagian lirik yang menarik.
"Mungkin kemungkinannya kecil, tapi tetap, aku harus bangkit"
Lebih kurang itu terjemahan bagian yang gw highlight. Bagian-bagian lain menceritakan seberapa hancur hatinya, tapi bagian itu menunjukkan bahwa dia masih mau berusaha bangkit. Walaupun mungkin kemungkinan dia bisa kembali seperti semula sangat kecil, dia tetap harus berusaha bangkit.

Kembali kita kaitkan dengan makna lagu keseluruhan yang agak buram tadi, kita bisa ambil banyak makna:
Untuk yang sakit: Walaupun kemungkinan sembuh kecil, aku harus tetap semangat
Untuk yang kecelakaan: Walaupun kemungkinan aku kembali seperti dulu, aku harus tatap masa depan
Untuk yang patah hati: Walaupun hatiku hancur berkeping-keping, aku harus move on 

Banyak makna yang bisa kita tarik, tergantung apa yang kita sedang alami sebagai seorang pendengar. Tapi intinya tetap: Berusahalah untuk tetap bersemangat dan bangkit.

Gw sejauh ini baru dengar beberapa lagu dari Chihiro Onitsuka. Ada Infection (yang kali ini gw bahas), Gekkou (yang tadinya mau gw bahas), Rasen (lagu Chihiro Onitsuka yang pertama gw dengar beberapa tahun lalu), dan Memai (yang baru kemarin gw dengar). So far, gw suka lagu-lagunya. Makna lagu-lagunya mungkin nggak se-puitis Regina Spektor, tapi ada sesuatu yang khas dari Chihiro Onitsuka yang bikin gw sangat tenang kalau lagi dengerin lagu-lagu tadi. Mungkin suatu hari gw akan bahas lagu-lagu Chihiro Onitsuka lagi. Mungkin Gekkou.

(Ya. Gw tahu gw udah keseringan bilang "Mungkin lain kali akan bahas ......", tapi karena ngga bisa post tiap hari, jadinya agak susah untuk keep up dengan perbendaharaan lagu gw yang lagi expand lagi, jadi... yah... beginilah... Wkwkwk...)


Tuesday, March 15, 2016

Song of the Day: Open by Regina Spektor

"I am in a room I built myself
Four straight walls, one floor, one ceiling,
And day after day I wake up feeling,
And day after day I wake up feeling, feeling,
Potentially lovely,
Perpetually human,
Suspended in open,
Open, open, open"

Salah satu hal yang gw suka dari Regina Spektor adalah keberagaman topik yang bisa diangkat dalam lagu-lagunya. Kadang Regina bicara tentang waktu, tentang cinta, tentang kemanusiaan, tentang agama, dan ada kalanya dia bicara tentang nemuin dompet di pinggir jalan. (?) (-__-)
(Trust me, lagu tentang nemu dompet itu lebih bagus dan lebih bermakna dari kedengarannya.)

Dari pertama gw dengar lagu Open, hal pertama yang ada di kepala gw adalah tentang kamp konsentrasi Nazi. Dan memang banyak juga orang yang bilang kalau lagu ini menurut mereka adalah tentang kamp konsentrasi Nazi itu. Dengan pemahaman ini, maka bridge lagu ini menjadi sangat indah.

"Di malam hari, salju mulai turun
Dan semua orang menatap lampu jalan
Lewat jendela kamar mereka
Terlalu indah untuk dilihat"

Bayangkan orang yang sedang dikurung dalam penjara. Mungkin jendela mereka kecil sulit diraih. Tapi suatu hari mereka semua melihat pemandangan musim dingin lewat jendela sel mereka yang kecil itu, dan menurut mereka itu sangat indah. Sesuatu yang biasanya saja menurut orang kebanyakan, yaitu lampu jalan di musim dingin, jadi sangat indah, terlalu indah, untuk mereka, karena mereka jarang melihat itu.

Tentunya di sisi lain, ada juga yang bilang kalau ini cerita tentang ketika tentara Nazi meninggalkan semua tahanan dalam kamp waktu musim dingin tanpa peduli kalau mereka akan mati kedinginan atau kelaparan. (-__-)

Anyway, gw juga suka banget lagu ini karena seakan-akan lagu ini didesain dengan sebegitu rupa sehingga seruan "Open, open, OPEN" benar-benar terasa... open. Terasa lega, luas. Sementara itu, untuk bagian bridge lagu, yang menceritakan tentang keindahan pemandangan malam di musim dingin, membuat gw otomatis membayangkan pemandangan salju yang berkilauan turun pelan-pelan di malam hari. Bener-bener membuat gw hanyut dalam makna lagu ini.

Menurut gw, ini luar biasa. Manusia itu makhluk visual. Artinya, kita lebih mudah menangkap sesuatu yang kita lihat dibanding yang kita dengar. Jadi ketika ada orang yang bisa benar-benar menggambarkan sesuatu ke kita hanya lewat audio aja, menurut gw itu luar biasa banget. Ngga banyak lagu yang bisa begini. Ngga banyak lagu yang notasi, komposisi, dan aransemennya bisa dengan sempurna menggambarkan isi lagu itu.

Masih banyak sebenarnya yang bisa digali dari lagu ini selain bridge dan komposisinya. Tentang lirik "Potentially lovely, perpetually human" misalnya. Ini lirik yang ngga umum kita jumpai dalam lagu-lagu pop saat ini kan? Tapi, mungkin sementara ini gw bahas tentang ini dulu aja. Mungkin suatu hari nanti, gw akan buat lagi tulisan berjudul "Open by Regina Spektor (part 2)". Hehehe... :D

Akhir kata, ini gw attach lagu Open dari Regina Spektor yang direkam untuk the Live Room. Enjoy!

 

NB: Versi studio recording lagu ini menggunakan orkestra yang lebih full, dan membuat bagian Open menjadi terkesan lebih mengena daripada versi the Live Room. Go check it out! :D

Sunday, February 28, 2016

Song of the Day: Mamotte Agetai by Yuzu

"I want to protect you, even if trials are waiting for us
Since the first time we met, our destiny become one
Don't forget, when you turn around
I'm always by your side"
translation dari http://chrisk69.exteen.com/20140113/12422-12378-yuzu-23432-12387-12390-12354-12370-12383-12356-m dengan sedikit perubahan

Udah lama gw ngga ngepost.
Ada banyak banget yang gw harus lakukan akhir-akhir ini, dan kadang kalau ada waktu kosong, akhir-akhir ini gw sering pakai untuk nonton anime lama sambil cari lagu baru untuk didengar.

Ceritanya gw nemuin lagu ini sebenernya ngga sengaja. Gw suka nonton anime Hunter x Hunter, dan kebetulan ada soundtrack Hunter x Hunter yang gw suka. (Ngga. Soundtrack itu bukan lagu ini.) Jadi gw browse di youtube tentang penyanyi lagu itu. Dan asal play aja playlist lagu-lagu band Yuzu ini. Ternyata ada lagu ini di antara daftar lagu itu.

Mengenai lagu ini, tahu ngga apa yang lucu? Gw suka banget sama lagu ini, tapi di antara lagu-lagu Yuzu yang gw dengerin, lagu ini salah satu yang paling jarang gw dengerin. Nah loh? Kenapa?

Karena lagu ini bisa bikin gw nangis.

Lagu ini sekilas kita dengar biasa aja. Secara irama dan komposisi, ngga kayak lagu-lagu Regina Spektor yang nyeleneh deh. Tapi yang bikin gw nangis pertama adalah video klipnya (nanti gw attach di bawah) yang seperti mini-movie. Video klipnya menceritakan tentang seorang perempuan yang miskin, mungkin yatim piatu juga, dengan boneka beruangnya.

Video klip ini sangat connect banget sama gw, karena gw juga punya satu boneka beruang kesayangan yang selalu jadi teman gw setiap gw lagi sedih atau dalam masalah. Gw orangnya tertutup, jadi seringkali ketika gw ada masalah, atau lagi nangis, yang menemani gw yah boneka beruang itu. Karena itulah lagu ini bisa bikin gw nangis. Setiap gw denger, gw jadi ingat video klipnya... Hehehe...

Arti lagu ini juga bagus banget.

Di tengah trend lagu (di luar lagu rohani) yang isinya kalau ngga bertema rebellious, tentang patah hati, atau tentang "You're so perfect, I love you so much", gw nemuin sebuah lagu yang malah isinya "Aku ingin melindungimu."

Kalau dipikir-pikir, kebanyakan lagu sekarang isinya self-centric, lebih bercerita tentang "gw mau have fun", "gw sakit hati", "lo nyakitin gw". Kadang ada lagu yang "You're so perfect, I love you so much", tapi entah kenapa ada banyak yang gw denger liriknya terdengar kayak gombal. (Yes, I'm talking about you: One Direction and Bruno Mars) Opini pribadi sih, tapi opini pribadi ini cukup untuk membuat gw jauh-jauh dari lagu "That's What Makes You Beautiful" dan "Just the Way You Are". (Eh sebut merek deh)

Tapi lagu ini entah kenapa beda. Mungkin banyak yang akan bilang, kalau lirik lagu ini sama gombalnya dengan lagu-lagu yang disebut di atas. Tapi entah kenapa, ketika gw baca lirik ini, yang ada di pikiran gw pertama-tama bukan kata "gombal", tapi "devotion".

Aku ingin melindungimu. Aku selalu ada di sampingmu. Ketika kamu sedang sedih, sedang dalam masalah yang berat, jangan lupa kalau aku selalu siap. Aku ingin mewujudkan impianmu, agar kamu bisa tersenyum dan bersinar. Dengan segenap kekuatanku, aku ingin selalu melindungimu.

Lagu ini ngga bicara tentang betapa sempurnanya orang itu sehingga si penyanyi jatuh cinta, seakan-akan itu ngga penting. Itu makna mendalam yang gw tangkap. Itu makna yang menurut gw ngga membuat lagu ini jadi gombal.

Selain lagu ini, banyak juga ternyata lagu-lagu Yuzu yang bagus. Baik secara komposisi yang kreatif, berani mix genre dengan (misalnya) folk atau (mungkin) salsa (gw ngga terlalu paham genre-genre lagu), atau maknanya yang bagus. Yuzu sangat worth listening. Untuk kalian yang belum pernah denger lagu Yuzu, gw sangat recommend lagu-lagu mereka, selain lagu "Mamotte Agetai" ini. Gw terutama suka lagu "Reason" dan "Nagareboshi Kirari" (soundtrack Hunter x Hunter), dan juga "Ame Nochi Haleluya". Mungkin kapan-kapan kalau ada waktu gw cerita lagi tentang lagu Yuzu, kalau lagu Regina Spektor lagi ngga nyantol di kepala. Hehehe...


Video klip Mamotte Agetai dari official account Yuzu