Saturday, February 6, 2010

Derita Emily, Refleksi Kita

"People say GOD is dead, but how can they think that if I show them the Devil?"




Kalimat itu hanyalah sebaris dari surat Emily Rose kepada Father Moore yang dibacakan di pengadilan. Dan sekaligus sebaris kalimat yang saya kutip dari film Exorcism of Emily Rose yang baru saya tonton Halloween 2009, dini hari.

 
Film ini bercerita mengenai pengadilan mengenai kematian seorang gadis bernama Emily Rose yang dituduh menderita epilepsi. Cerita ini berpusat tentang bagaimana seorang pengacara bernama Erin Bruner berusaha untuk membebaskan Father Moore dari penjara. Ia kemudian mengungkap sebanyak mungkin bukti yang menunjukkan bahwa Emily dirasuki Iblis dan Father Moore berusaha mengusirnya. Dari bukti-bukti tersebut, dapat diketahui apa yang sebenarnya terjadi.

Saya sendiri sebenarnya tidak melihat seluruh filmnya, tapi setidaknya saya tidak melewatkan bagian-bagian terpenting dari film itu. Ada adegan mengenai exorcism yang dilakukan oleh Father Moore pada tanggal 31 Oktober. Dalam adegan ini terungkap bahwa Iblis yang merasuki Emily bukan hanya satu, tapi enam sekaligus. Demikian kata-katanya:


"(in Hebrew) I am the one who dwelt within Cain!
(in Latin) I am the one who dwelt within Nero!
(in Greek) I once dwelt within Judas!
(in German) I was with Legion!
(in Assyrian Neo-Aramaic) I am Belial!
(in English) And I am Lucifer, the Devil in flesh!"
*) Diambil dari http://www.imdb.com/title/tt0404032/quotes

Lalu ada juga bagian di mana dibacakan surat yang ditujukan kepada Father Moore, isinya adalah kesaksian bahwa ia melihat Bunda Maria menawarkan dia pilihan: Pertama, ikut ke surga dan mengakhiri penderitaannya. Kedua, tetap di bumi di dalam tubuhnya, di mana setan-setan tidak akan meninggalkannya, tapi menyatakan kepada dunia bahwa Tuhan dan Iblis itu ada.

Lalu apa keputusannya? Ia memilih untuk tinggal di bumi, menanggung penderitaan, untuk mewartakan kemuliaan Tuhan.



Hal ini menjadi refleksi bagi kita. Kisah Emily Rose (based on true story about Anneliese Michel) membuat kita berfikir: Sebegitu besarnya penderitaan seorang gadis yang taat pada Tuhan. Banyak orang yang berfikir: jika kita hidup dalam Tuhan, semua akan menyenangkan. Timbullah sebuah pertanyaan: Apakah Tuhan tidak melindungi Emily sehingga ia disiksa sedemikian rupa oleh iblis?


Kita harus kembali melihat ke belakang. Santo-Santa sebagian besar mengalami penderitaan-penderitaan untuk Tuhan. Mereka juga manusia seperti kita, tapi mereka memiliki iman yang begitu kuat dan entah mengapa iman tersebut membuat mereka kuat dalam menjalani hidup untuk Tuhan. Anneliese Michel dari Jerman, yang menginspirasi film ini, begitu kuat dalam menjalani cobaan. Padahal dia adalah gadis muda berusia sekitar 20-23 tahun.

 


Hal ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita. Banyak manusia yang rela menderita demi Tuhan. Penderitaan Anneliese Michel yang divisualisasikan di film ini dan penderitaan Yulia Kim (mendapat stigmata) hanya sebagian kecil dari penderitaan manusia-manusia yang menderita karena tetap di jalan Tuhan. Kita hanya mengalami penderitaan-penderitaan kecil. Tapi kadang kita sudah lari dari Tuhan.

Sekarang saatnya kita mulai berfikir,

"Apakah kita akan tetap bertahan untuk Tuhan di tengah keadaan seperti Emily, atau Anneliese? Apa kita sudah cukup beriman pada Tuhan?"




Mungkin ada yang menganggap tulisan ini gak jelas, ngalor-ngidul, lari-lari dari main ideanya. Untuk pertama kalinya, saya menulis dengan sedemikian emosionalnya sehingga saya sendiri kesulitan menjaga tulisan saya agar tetap sesuai guide line. Karena itu, untuk lebih memahami isi tulisan ini, saya merekomendasikan film Exorcism of Emily Rose kepada semua pembaca yang tertarik. Film ini sangat menginspirasi betapa sulitnya seseorang mewartakan kebenaran sekaligus betapa sulitnya kita harus menahan cobaan untuk Tuhan.




Philippians 2:12 said "Work out your own salvation, with fear and trembling."

1 comment:

  1. Hay, aku juga baru nonton film ini. Dan tulisanmu cukup jelas. Film ini mungkin film horror, tetapi lebih dari itu, film ini bagiku adalah sebuah media perenungan..

    ReplyDelete