Monday, August 9, 2010

Cerita Angkatan Pertama

Okay, begini nih jadinya kalau ga ngeblog berbulan-bulan... Ide numpuk, n sekali ngeblog, langsung dua-tiga artikel...

Artikel yang ini, tentang suka duka jadi angkatan pertama. Entah jadi angkatan pertama itu adalah sebuah momok atau justru sebuah kebanggaan bagi kalian.

Sekolah gw tahun ini baru memasuki tahun yang ketiga. Demikian pula gw sekarang adalah siswa tahun ketiga, alias kelas XII. Itu berarti, gw adalah angkatan pertama dari SMAK 6 PENABUR Jakarta. Dan kabar lainnya, gw masuk OSIS sejak tahun pertama gw di sekolah ini.

Lewat OSIS-lah gw bisa merasakan suka dan duka jadi angkatan pertama.

Pertama nih, karena kita angkatan pertama, kita ngga punya kakak kelas. Jadi, kita adalah "forever senior"-nya sekolah ini.
Dukanya, kita dari OSIS ngga punya contoh dari kakak kelas, jadi kita ngga bisa ngekor administrasi dari angkatan lain, malah kita yang harus kerja keras ngurusin administrasi supaya bisa dipakai angkatan berikutnya. Lalu, karena cuma satu angkatan, jumlah siswa kita cuma sedikit, bahkan ngga nyampe seratus orang. Akibatnya, dana OSIS kita cuma sedikiiiiiit banget. Bikin acara ke luar juga susahnya setengah mati, soalnya gedung sekolah kita kecil dan, ehm, bobrok (walaupun bobrok, tapi tetap jadi sekolah tercinta)...
Kemudian karena sekolah kita masih baru, orang-orang suka memandang sebelah mata SMAK 6. Dan mereka bahkan ngga tahu SMAK 6 itu PENABUR yang ada di mana... Pernah gw ikut acara PENABUR, dan pas gw bilang dari SMAK 6, yang pertama mereka tanyain adalah: "SMAK 6? Ada ya? SMAK 6 tuh adanya di mana?". Parahnya, yang nanya malah dari lingkungan PENABUR sendiri.
Lalu ada lagi duka kita yang muncul gara-gara kita angkatan pertama. Yearbook kita jatuhnya harganya akan jadi mahal banget, soalnya harga nyetak 500 eksemplar dan 100 eksemplar, kata guru gw, sama... Udah gitu panitia kita jadi sedikit, karena anak-anak angkatan kita juga udah berkurang...
Yang lebih parah, ijazah kita, booo..... Ijazah kita gak bisa ditandatangani oleh Kepsek kita... Bahkan yang seharusnya pake kop PENABUR, cap PENABUR, ada kemungkinan gak bisa, karena kita disuruh menginduk ke SMAN 111... Tentunya ini sebuah kekecewaan bagi anak-anak angkatan gw, karena biar gimana juga, bersekolah di PENABUR itu bukan main-main, karena gw akuin, standarnya tinggiiii banget... Terutama untuk mapel MaFiABio-nya...
Sebenernya guru gw juga lagi berusaha supaya kita bisa menginduk ke SMAK 5 aja... Doain ya, supaya berhasil...

Dukanya banyak, ya? Jangan salah, ada juga sisi baik dari "menjadi pioneer"...

Karena jumlah siswa yang sedikit, kita lebih gampang mengkoordinir siswa dan siswi SMAK 6 PENABUR... Jadi kalau ada acara ke dalam (acara yang ngga mengundang pihak luar), kita lebih gampang mengatur anak-anak... Kedua, karena ngga ada kakak kelas, kita jadi punya kesempatan untuk berkreasi... SMAK 6 kan belum punya image apa-apa, jadi kita bisa membentuknya sesuka kita... Mau bikin SMAK 6 jago di bidang OR, bisa... Mau bikin jago di bidang seni budaya, boleh... Mau bikin SMAK 6 jago di bidang IT, juga bisa... Inilah asyiknya...
Selain itu, kita jadi mandiri... Soalnya, semua acara yang urus kita dengan bantuan dari guru, jadi kita sudah terbiasa bekerja total. Ini pasti berguna bagi kita pas kuliah atau kerja...
Dan yang terakhir, yang paling penting... Sekolah bukan cuma sarana belajar, tapi juga sarana mencari teman dan bersosialisasi. Gw yakin, persahabatan yang terjalin antara gw dengan orang di sekitar gw saat ini gak akan bisa gw rasain kalo gw masuk ke sekolah besar macam SMAK 1, yang satu angkatan bisa 8 kelas, dengan persaingan yang sangat tinggi. Bayangin aja, menghafalkan nama anak-anak sejumlah 8x40 anak, pasti bukan sesuatu yang mudah...

Ya, jadi inilah plus-minusnya jadi angkatan pertama. Bagi yang mikir jadi angkatan pertama itu momok, coba pikir lagi... Jadi angkatan pertama berarti mengambil kesempatan untuk berkreasi lebih daripada angkatan berikutnya, sekaligus melatih kemandirian kita, soalnya setahu gw selama ini, kalau kakak kelas kita udah rajin, biasanya kita jadi kebawa santai...
Terus untuk yang ngerasa kalau jadi angkatan pertama itu adalah sesuatu kebanggaan, jangan sampai lupa kalau jadi angkatan pertama itu juga adalah sebuah tanggung jawab. Kalian adalah penentu akan jadi apa organisasi kalian itu di masa depan...

Never you worry about being a pioneer,
but don't be arrogant if you're one...

El Orfanato -- Film Horor yang Smart

Siapa suka nonton film horor?

Gw suka banget nonton film horor, asli. Tapi bener-bener deh, film horor yang satu ini pantes banget untuk ditonton.
Selama ini gw sering banget nonton film-film horor yang tujuannya cuma untuk hiburan semata, tapi yang satu ini beda!

Judulnya "El Orfanato". Pernah denger? Rasanya cuma sedikit yang pernah nonton...
Film ini berbahasa Spanyol, dan judulnya dalam bahasa Inggris adalah "the Orphanage". Kira-kira isinya tentang perjuangan seorang ibu untuk mencari anaknya yang hilang. Gak kedengeran horor ya? Tunggu dulu...

Agak sedikit lebih jauhnya begini... Ada seorang ibu bernama Laura yang anak angkatnya menderita HIV. Anak ini bernama Simon, dan ia memiliki teman-teman khayalan. Suatu hari, ketika bermain di pantai bersama Laura, Simon "membawa pulang" teman-teman khayalan baru, yang ternyata adalah hantu. Awalnya Laura tidak begitu mempedulikan teman-teman baru Simon, sampai suatu hari, saat diadakan acara pembukaan kembali panti asuhan yang akan dikelola oleh Laura, Simon mendadak menghilang. Sejak saat itu, Laura terus berusaha mencari Simon, bahkan sampai ke dunia orang mati.
Gw ga akan melanjutkan, karena takutnya malah menjadi spoiler.

Gw impressed banget sama film ini, karena gak kaya film-film horor lainnya yang menempatkan manusia sebagai korban dan hantu-hantu sebagai penjahatnya, hantu-hantu di film ini ternyata memang benar-benar ingin bersahabat dengan Simon, bahkan tidak ada intensi untuk menculik Simon sama sekali. Semuanya terjadi akibat kelemahan-kelemahan manusia. Ya yang ceroboh lah, yang panikan, yang khawatir, dan lainnya.

Selain itu, titik-titik kejut di film ini juga bukan cuma sekadar perangsang saraf kejut. Bukan cuma adegan setan serem muncul tiba-tiba. Bagian ini cuma bisa dipahami kalau sudah nonton.


Sebenernya selain mengulas tentang isi film ini, ada dua hal lagi yang mau gw kritisi.

Pertama, sebegitu dominankah Hollywood dalam dunia perfilman, sampai-sampai film sebagus ini tidak bisa bertahan lama di bioskop. Waktu tahun 2008, tahun ketika film ini dirilis, gw juga sempet tertarik banget sama poster film ini, sampe-sampe gw tiap hari liat koran cuma buat ngecek filmnya masih diputer ato ngga. Begitu kecewanya gw, ketika gw tahu film ini cuma seminggu-dua minggu bertahan di pasaran.

Kedua, tentang perfilman Indonesia. Gw sering banget liatin perkembangan film-film di Indonesia, dan sayangnya, yang gw temuin sebagian besar tentang seks dan horor, yang juga dicampur masalah seks, contohnya "Suster Keramas"-lah, dll... Kayak ngga ada genre lain, gitu... Memang sudah mulai ada 3-4 film yang bagus, tapi bisa dihitung pake jari tangan. Mungkin sudah saatnya perfilman Indonesia beranjak dari film horor gak jelas ke film horor smart, yang ngga cuma memberdirikan bulu kuduk, tapi juga memiliki alur yang unik dan bermakna...